Monday, October 5, 2015

Kemandekan Ekonomi

Image result for economics
Ekonomi adalah ilmu yang sedih. Itu sebabnya, ia disebut dismal science. Ia memprediksi lebih banyak krisis ketimbang kemakmuran. Dengan kata lain, ekonomi adalah ilmu yang muram dan kerap kali cemas. Salah satunya, kecemasan terhadap perlambatan ekonomi dunia.
Kita mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi riil di negara maju berada di bawah 2 persen. Aneh, inflasi rendah, tingkat bunga rendah, tetapi pertumbuhan ekonomi juga rendah. Mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat Larry Summers menyebut fenomena ini sebagai the Secular Stagnation (kemandekan ekonomi yang panjang). Inilah yang menjadi debat hangat di kalangan pembuat kebijakan di dunia akhir-akhir ini. Saya kira penting sekali bagi kita untuk memahaminya. Mungkin dengan itu, kita tahu dunia macam apa yang kita hadapi.

Memburuk atau perlambatan sementara
Summers menuding permintaan yang rendahlah yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi yang mandek. Ia mengatakan, saat ini, tabungan lebih besar dari investasi-karena kurangnya permintaan. Seharusnya, jika tabungan lebih besar dari investasi, dana melimpah. Implikasinya, tingkat bunga harus turun. Masalahnya, tingkat bunga saat ini sudah mendekati nol persen. Tingkat bunga tak bisa turun lagi. Lalu Summers bicara mengenai tingkat bunga riil yang negatif (di mana tingkat bunga nominal lebih kecil dari inflasi). Solusinya, menurut Summers, permintaan harus didorong dengan ekspansi fiskal. Jika tidak, pertumbuhan rendah ini akan terus berkepanjangan.
Dalam kondisi ini, prospek ekonomi dunia menjadi amat muram. Apabila Summers benar, ekonomi Indonesia akan menghadapi dunia yang tak lagi cerah. Ben Bernanke, Distinguished Fellow dari Brookings Institution dan mantan Chairman The Fed, punya pandangan lain. Ia menyangkal terjadinya secular stagnation. Ia menuding global savings glut (arus modal global yang masuk ke AS karena surplus di emerging market, khususnya Tiongkok, membuat tabungan di AS meningkat) sebagai penyebabnya. Karena itu, kata Bernanke, jangan khawatir. Jika prospek investasi di luar AS baik dan arus modal dibiarkan bergerak bebas, modal akan mengalir ke negara berkembang. Karena itu, masalah ini hanya sementara.
Bernanke juga mengkritik Summers mengenai tingkat bunga negatif. Ia mengatakan tingkat bunga negatif tak akan terjadi berkepanjangan. Bayangkan jika tingkat bunga nol persen, proyek apa pun-selama memberikan imbal lebih dari nol persen-akan layak. Bisa dibayangkan bahwa investasi yang tak efisien akan menjamur, akhirnya akan terjadi gelembung ekonomi.
Perdebatan menjadi semakin tajam ketika peraih Nobel Ekonomi Paul Krugman dari Universitas Princeton memberikan argumen yang mendukung Summers, ia merujuk Jepang sebagai contoh secular stagnation. Selama 20 tahun ekonomi Jepang mandek. Sementara itu, di sisi lain, ekonom dari Universitas Harvard, Kenneth Rogoff, datang dengan argumen, perlambatan ekonomi dunia ini hanya sementara. Ia mengkritik Summers dan mengatakan bahwa debt supercyle (siklus utang jangka panjang)-lah-dan bukan secular stagnation-yang membuat perekonomian dunia lambat.
Ia menunjukkan siklus utang membebani pertumbuhan ekonomi. Jika beban utang dikurangi, pertumbuhan ekonomi akan kembali. Dalam diskusi informal dengan Rogoff, beberapa waktu lalu, ia mengatakan kemandekan ini hanya sementara. Ia mengingatkan saya bahwa inovasi akan terjadi, teknologi akan berubah. Ia menganjurkan saya untuk melihat perkembangan inovasi dan teknologi di laboratorium media di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Rogoff mengatakan, teknologi dan inovasi akan membuat ekonomi kembali bergerak.

Faktor Tiongkok
Terus terang, saya tak terlalu pandai menyimpulkan siapa yang benar. Harian Wall Street Journal menyebut Bernanke punya argumen teori yang kuat, tetapi Summers didukung bukti yang memadai. Lepas dari siapa yang benar, satu hal jelas, pertumbuhan ekonomi dunia tak akan kembali dalam waktu dekat. Situasi menjadi semakin buruk lagi karena berakhirnya boom komoditas dan melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
Inilah yang menjadi kekhawatiran saat ini. Dalam pertemuan tahunan Bruegel yang diorganisasikan Jean-Claude Trichet, mantan Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), di Brussels, beberapa minggu lalu, saya diminta bicara mengenaiemerging market. Di sana saya bisa merasakan bagaimana kekhawatiran terhadap Tiongkok.
Kemal Dervis, dari Brooking Institute, misalnya, menyampaikan keraguannya terhadap angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Harian The Financial Times(17/9/2015) juga menulis artikel yang isinya menunjukkan bahwa investor meragukan statistik pertumbuhan ekonomi di Tiongkok. Angka resmi dari pemerintah adalah 7 persen di triwulan kedua, tetapi pasar percaya bahwa pertumbuhan yang sesungguhnya adalah 5 persen.
Masalahnya, tak ada yang tahu persis bagaimana kondisi Tiongkok yang sesungguhnya. Di sini persoalannya. Semua cemas karena ketidaktahuan. Jika dalam hal kenaikan bunga The Fed, pasar sudah dapat mengantisipasi dan memperhitungkan risikonya. Namun, dalam hal ekonomi Tiongkok, pasar tak tahu apa yang benar-benar terjadi di sana. Karena itu, reaksinya bisa sangat ekstrem dan berlebihan (overshoot). Inilah yang menjelaskan mengapa devaluasi yuan yang relatif kecil pada bulan lalu direspons pasar secara ekstrem.

Image result for china policy

Kebijakan kontra-siklus
Kita tak paham Tiongkok, padahal Tiongkok adalah pemain penting. Bank Dunia (2015) menunjukkan bahwa permintaan terbesar untuk metal dan energi-terutama batubara-berasal dari Tiongkok. Perlambatan ekonomi Tiongkok membawa dampak kepada harga energi yang rendah. Harga energi yang rendah akan mendorong nilai ekspor komoditas menurun. Implikasinya, ekspor Indonesia, pertumbuhan ekonomi, serta penerimaan pajak nonmigas dan migas terpukul secara signifikan. Dalam kondisi ini, ekspor terpukul, sementara ruang dari kebijakan fiskal untuk ekspansi menjadi amat terbatas. Di sinilah kesulitan kita. Di satu sisi, kondisi eksternal yang kita hadapi sulit; di sisi lain, ruang untuk ekspansi fiskal, apalagi ekspansi moneter, amat terbatas.
Lalu apa yang bisa dilakukan? Kita tahu, saat ekonomi melambat, kita butuh kebijakan kontrasiklus. Pertanyaannya, dengan penerimaan pajak migas dan nonmigas yang terpukul tajam akibat pelambatan ekonomi dan penurunan harga komoditas, bagaimana ekspansi fiskal harus dilakukan? Saya teringattriple three(TTT) yang disebut Larry Summers tahun 2008. Ekspansi fiskal harus memenuhi TTT (targeted, temporary, timely).
Apa terjemahannya bagi Indonesia? Fokuslah kepada kelompok yang bisa memberikan daya ganda (multiplier) ekonomi paling tinggi bagi perekonomian, fokuslah kepada apa yang bisa dilakukan segera dan sifatnya sementara. Yang memenuhi kriteria ini adalah-seperti saya pernah tulis sebelumnya-program cash transfer bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Karena penghasilannya rendah, jika mereka dapat tambahan pendapatan, akan dibelanjakan.
Mendorong program dana desa tentu sangat baik, tetapi butuh waktu. Saya agak khawatir, program dana desa akan memakan waktu agak panjang. Alasannya, prosedur yang rumit dan belum terlatihnya kepala desa dalam soal tata kelola keuangan dan perencanaan. Saya bisa memahami apabila para kepala desa dan aparat birokrasi takut ditangkap jika ada kesalahan pengelolaan. Sebenarnya untuk mengatasi ini, infrastruktur desa bisa dibangun lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, yang tata kelolanya sudah relatif mapan. Sayangnya, program ini sudah tidak lagi dilanjutkan.
Dalam jangka menengah, solusi untuk menarik arus modal asing (PMA) amat penting. Dengan sumber pembiayaan domestik yang terbatas, ekspansi pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan. Dan, kita tahu, setiap kali defisit transaksi berjalan membengkak, pasar cemas, lalu modal mengalir keluar. Karena itu, cara efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa perlu mencemaskan defisit transaksi berjalan adalah menarik PMA. Modal tak mudah lari walau defisit transaksi berjalan meningkat. Dalam kaitan ini, saya kira kita harus menyambut positif paket deregulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Resep klasik untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam hal aturan dan perizinan, serta membiarkan pasar lebih mudah bergerak, adalah langkah yang amat tepat. Masalahnya, jika dulu sebagian besar izin ada di pemerintah pusat, kini sebagian besar izin ada di daerah. Bisakah deregulasi ini terjadi di tingkat pemerintah daerah, padahal wewenang pemerintah pusat tak lagi menjangkau mereka? Jika ini bisa dilakukan, proses investasi akan menjadi jauh lebih cepat. Kita tak perlu selamanya muram atau cemas seperti ilmu ekonomi. Economics is the dismal science.


  
 Reza Faizal Daradjat




Referensi :

M. Chatib Basri
Senior Fellow Harvard Kennedy School

Tuesday, August 18, 2015

Daftar Tarif Bea Masuk Indonesia dan Sistem Klasifikasi Barang Berdasarkan BTKI


Image result for klasifikasi barang impor

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System yang dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia. 

Harmonized Commodity Description and Coding System merupakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang dibuat oleh World Customs Organisation (WCO). Nomenklatur klasifikasi yang disusun oleh WCO terdiri dari 6 digit kode numerik yang terdiri dari 97 bab. Untuk memastikan terjadinya harmonisasi klasifikasi, pihak kontraktor (Contracting Party) harus menggunakan 6-digit kode numerik tersebut, ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, dan catatan dari Bab 1 s.d Bab 97 tanpa penyimpangan, tetapi bebas untuk mengadopsi subkategori tambahan dan catatan. 

Image result for hs code

Sistem klasifikasi dalam HS yang terdiri dari 6 digit tersebut dapat diperluas untuk mengadopsi subkategori tambahan oleh masing-masing negara penggunanya. Dalam rangka kerjasama ASEAN, negara-negara anggota ASEAN berkeinginan untuk menyederhanakan transaksi perdagangan intraASEAN. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyusun sistem klasifikasi bersama di tingkat ASEAN. Karena itu pada tanggal 1 Maret 1997 di Manila, negara-negara anggota ASEAN bersepakat untuk membuat Asean Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN). AHTN ini dibuat dalam 8 digit yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari 6 digit HS. AHTN pertama kali diberlakukan pada tahun 2002 dan Indonesia menerapkan AHTN dalam BTBMI 2004 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004. 

Sistem klasifikasi itu sendiri bersifat dinamis dan terus dilakukan perubahan untuk mengantisipasi baik perubahan pola perdagangan maupun perubahan lainnya. Secara berkala, WCO akan melakukan perbaikan terhadap sistem klasifikasinya tersebut. Sejak tahun 1996, WCO telah 5 kali menerbitkan HS yaitu HS 1988, HS 1996, HS 2002, HS 2007, dan HS 2012. Karena AHTN juga disusun berdasarkan pada HS, AHTN juga telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu AHTN 2004 dan AHTN 2007. Berdasarkan amandemen HS 2007 WCO yang akan berlaku mulai 1 Januari 2012 (HS 2012), telah dilakukan penyusunan AHTN 2012 oleh AHTN Task Force. 

Image result for tarif bea masuk

Berikut lampiran BTKI 2012 dalam format excel. 



  
 Reza Faizal Daradjat




Referensi :
Kementerian Keuangan



Tuesday, August 11, 2015

Tantangan ASEAN Kedepan

Image result for asean

Serangkaian pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dan pertemuan terkait lainnya, yakni 10 pertemuan ASEAN dengan mitra wicara (ASEAN+1), pertemuan ASEAN+3, East Asia Summit dan ASEAN Regional Forum, baru saja berlangsung di Kuala Lumpur. Tahun ini adalah tahun penting bagi ASEAN, yang segera memasuki berlakunya komunitas ASEAN akhir tahun 2015. Apa tantangan ke depan untuk mewujudkan ASEAN sebagai penggerak (driving seat) bagi kemakmuran dan perdamaian kawasan, yang dapat memenuhi cita-cita rakyat ASEAN dan sekaligus berkontribusi terhadap perdamaian dan kesejahteraan dunia?


Tantangan

Tantangan pertama ASEAN adalah menjaga kesatuan sikap (unity) dalam isu-isu strategis dan kepentingan bersama. Tidak mudah menjaga unity karena keragaman anggotanya. Negara-negara ASEAN akan dihadapkan pada upaya mencari cara terbaik menyeimbangkan kepentingan nasional dengan kepentingan ASEAN. Maka, perkembangan situasi kawasan termasuk di Laut Tiongkok Selatan menjadi salah satu ujian, apakah ASEAN mampu menjaga kesatuannya sebagai asosiasi.

Indonesia bukan merupakan claimant state dari sengketa batas wilayah di Laut Tiongkok Selatan. Indonesia juga tidak memiliki klaim tumpang tindih dengan Tiongkok. Namun, secara konsisten Indonesia menyatakan bahwa perdamaian dan stabilitas harus tercipta di kawasan. Tak ada negara yang mampu menanggung dampak konflik terbuka di Laut Tiongkok Selatan.

Image result for laut cina selatan

Laut Tiongkok Selatan adalah salah satu kawasan dengan jalur transportasi tersibuk di dunia. Separuh dari perdagangan dunia bernilai 5 triliun dollar AS per tahun berlangsung di jalur ini. Kawasan ini juga diperkirakan kaya sumber daya alam, khususnya minyak, gas, ikan, dan keragaman hayati. Diskusi Laut Tiongkok Selatan tidak mudah dilakukan. Hal ini terlihat dari berbagai pertemuan di Kuala Lumpur tersebut di atas. Erosi kepercayaan (trust erosion) mulai muncul dan ini harus segera dihentikan.

Pertemuan Senior Official Meeting (SOM) mengenai pelaksanaan Declaration of Conduct (DoC) dan penyusunan Code of Conduct (CoC) di Tianjin, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), 28-29 Juli 2015 menjanjikan sedikit harapan baru adanya kemajuan pembahasan CoC, suatu tata perilaku mengikat yang harus dipatuhi ASEAN dan RRT di Laut Tiongkok Selatan. Pertemuan SOM menghasilkan antara lain disepakatinya 2nd list of commonalities, Term of Reference pembentukan Eminent Person, dan rencana kerja pelaksanaan DoC 2015-2016.

Momentum Tianjin harus segera digunakan untuk memajukan pembahasan CoC. Adanya kesepakatan ASEAN dengan RRT untuk memulai pembahasan mengenai struktur dan elemen CoC adalah langkah maju, perlu segera ditindaklanjuti. Sudah bukan saatnya lagi ASEAN dan RRT berbicara hal-hal yang normatif dan filosofis. Inilah saat ASEAN dan RRT bicara hal teknis dan konkret mengenai elemen serta struktur CoC agar tata perilaku tersebut selesai.


Bangun Kepercayaan

Momentum Tianjin seharusnya juga untuk membangun kembali kepercayaan. Semua kegiatan yang berpotensi meningkatkan ketegangan di Laut Tiongkok Selatan harus dihentikan. ASEAN dan RRT harus kuat berkomitmen agar tidak ada lagi gap antara kesepakatan politik dalam ruang pertemuan dengan situasi di lapangan.

Image result for trust

Tantangan ASEAN kedua adalah menjaga sentralitas (ASEAN centrality). Sentralitas ASEAN hanya terwujud apabila ASEAN mampu menjaga unity-nya. Centrality dan unity adalah dua hal yang saling terkait erat. Sejauh ini ASEAN berhasil menjadikan kawasan Asia Tenggara damai dan stabil. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN terwujud karena situasi damai dan stabil ini.

Tahun 2014, pertumbuhan produk domestik bruto (PDP) ASEAN 4,4 persen dan tahun 2015 diperkirakan 4,9 persen. Selain pertumbuhan PDP, ASEAN telah mampu mempertahankan pertumbuhan PDP positif selama bertahun-tahun. Hubungan perdagangan, investasi, dan pariwisata di antara negara ASEAN sangat menonjol.

Nilai perdagangan antarnegara ASEAN tahun 2014 mencapai 2,51 triliun dollar AS dan proyeksi 2015 adalah 2,53 triliun dollar AS. Sementara total investasi asing langsung (FDI) ASEAN mencapai 117,7 triliun dollar AS dan 2015 diproyeksikan 136,2 triliun dollar AS. Selain itu, angka perdagangan ASEAN dengan Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang (ASEAN+3) tahun 2013 mencapai 726,4 miliar dollar AS atau 28,9 persen dari total perdagangan ASEAN dengan dunia. Sementara FDI tiga negara itu mencapai 35,1 miliar dollar AS atau 28,7 persen total FDI yang masuk ASEAN.

Keberhasilan ASEAN mewujudkan kawasan damai, stabil, dan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik menciptakan ketertarikan banyak pihak untuk bermitra dengan ASEAN. Selain 17 negara baik yang tergabung dalam ASEAN Regional Forum (ARF), mitra wicara, dan East Asia Summit (EAS) masih banyak negara yang ingin menjadi mitra wicara, pembangunan, atau sektoral ASEAN. Aksesi negara non-ASEAN terhadap Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan niatan negara pemilik senjata nuklir untuk mengaksesi protokol Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone juga merupakan buah dari kemampuan ASEAN menjaga sentralitas dan peran sebagai penggerak.

Keamanan

Menjaga Perdamaian dan Stabilitas di Asia Tenggara saja tidak cukup. Dengan semakin terhubungnya dunia dan perkembangan politik internasional yang dinamis, perlu tatanan pengaturan keamanan agar perdamaian dan stabilitas tidak hanya terwujud di Asia Tenggara, tetapi juga di wilayah sekitar yang lebih luas.

Image result for keamanan

Indonesia dan beberapa negara non-ASEAN telah mengusulkan konsep arsitektur keamanan kawasan yang lebih luas. ASEAN harus mampu memimpin prosesnya agar konsep-konsep yang ada dapat disinergikan menjadi bahasan bersama negara-negara EAS. Mengingat telah memiliki konsep, Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menyiapkan suatu ”unified paper” mengenai Arsitektur Keamanan Kawasan.

Tantangan ketiga adalah kemampuan memenuhi hajat hidup rakyat ASEAN. Tantangan ini tidak mudah dijalankan.Kepentingan rakyat adalah prioritas yang harus diperjuangkan. Demikian juga dalam ASEAN. Kesuksesan ASEAN akan diukur salah satunya dari seberapa jauh asosiasi ini mampu mendatangkan manfaat dan kesejahteraan bagi rakyat. Komunitas ASEAN 2015 yang segera berlaku jelas mengamanahkan people oriented dan people centered.

Satu isu utama adalah isu perlindungan buruh migran ASEAN karena belum memiliki instrumen hukum mengikat. Dalam konteks inilah Indonesia terus mendorong ASEAN untuk segera membentuk instrumen perlindungan buruh migran. Sebuah perjuangan yang sangat berat, tetapi Indonesia akan maju terus.

Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia akan terus berjuang memastikan bahwa kesatuan dan sentralitas ASEAN ini akan terus terjaga.


  
 Reza Faizal Daradjat




Referensi :

Retno LP Marsudi



Tuesday, July 21, 2015

Perpres Pengendalian Barang Pokok


Image result for bahan pokok

Pemerintah menyiapkan Peraturan Presiden tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Perpres difokuskan pada 14 barang kebutuhan pokok. Penerbitan perpres perdagangan pangan pokok ini sebenarnya amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan—yang mengatur barang kebutuhan pokok dan barang penting harus ditetapkan dengan perpres. Urgensi kehadirannya semakin terasa di tengah tren lonjakan harga kebutuhan pokok seperti sekarang ini.

Dari isi perpres yang mengatur batasan stok maksimal barang kebutuhan pokok dan barang penting lain yang bisa disimpan, harga maksimum, dan waktu penyimpanan maksimum, bisa dibaca bahwa aturan ini ditujukan untuk mencegah aksi spekulan yang sering mempermainkan pasokan dan harga. Akankah perpres ini efektif, terutama dengan absennya instrumen pengendali dan penyangga yang kuat dari pemerintah, yang tak memungkinkan pemerintah menentukan bahkan memengaruhi harga di pasar?

Dari sisi semangat, tindakan tegas terhadap spekulan diperlukan dalam rangka melindungi rakyat dari permainan spekulan. Meski sudah ada undang-undang yang memberikan sanksi berat kepada spekulan, selama ini tak mampu membendung aksi spekulan. Pasar dikuasai segelintir pedagang besar dan mafia impor. Namun, perpres itu tak akan banyak berdampak pada harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan sekarang ini mengingat hingga sekarang perpres tersebut belum diterbitkan.

Belum lagi kendala teknis dalam pelaksanaan perpres itu. Untuk bisa berjalan di lapangan, harus didukung sistem informasi dan kelembagaan yang rapi, mekanisme pengawasan yang ketat, serta koordinasi dan sinergi tim pengendali di pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Perlu waktu untuk menyiapkan semua ini.

Image result for kenaikan harga

Kita menghargai upaya yang telah ditempuh pemerintah untuk mengatasi lonjakan harga kebutuhan pokok. Namun, itu saja tak cukup. Kita menyesalkan, gejolak dan lonjakan harga yang terjadi setiap menjelang hari raya keagamaan kembali terulang pada pemerintahan ini.

Spekulan pedagang besar leluasa bermain, terlihat dari lonjakan harga yang tak wajar, termasuk yang terjadi pada beras yang harganya melonjak justru pada puncak panen raya. Pemerintah terkesan tak berdaya dan lambat mengantisipasi kenaikan permintaan, gangguan distribusi dan efek psikologis kenaikan harga menjelang hari raya yang sebenarnya sudah bisa diprediksi.

Kegagalan dan kelambanan pemerintah merespons tak bisa dilepaskan dari absennya instrumen pengendali harga dan fungsi penyangga yang kuat, terutama dengan diperetelinya wewenang Bulog. Di sinilah mendesaknya revitalisasi Bulog. Manajemen pangan juga tidak bisa berjalan baik tanpa membenahi pula sisi produksi dan distribusi yang selama ini jadi titik lemah, selain juga konsumsinya. Larangan impor hanya relevan dalam kebijakan stabilisasi harga pangan jika produksi di dalam negeri mendukung. 


  
 Reza Faizal Daradjat



Referensi :
Dari berbagai sumber diolah.