Monday, February 17, 2014

Sekilas Tentang Kode Barang HS (Harmonized System)





Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini system pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu :

a.    Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.

b.    Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.

c.    Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.

d.   Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya system pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.

e.    Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.

f.     Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1989.

Mengapa HS ?

Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan negosiasi perdagangan.

Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang dikenal dengan nama Konvensi HS.

Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun 1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.




Tujuan Harmonized System

Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan :

a.    Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.

b.    Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan dunia.

c.    Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Penjelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tariff pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.

d.   Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional.

Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman klasifikasi barang, yaitu:

1.   HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang diperdagangkan secara internasional.

2.   HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara internasional.

3.   Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.

4.   Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

5.   Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya:
·         World Customs Organization (WCO).
·         The International Chamber or Shipping (ICS).
·         The International Air Transport Association (IATA).
·         The International Union Railway (IUR).
·         The Standard International Trade Classificatioan (SITC)



Publikasi Pelengkap HS

Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

a.   The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap yang sangat penting dari HS.

Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum

Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam HS.

Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996) yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29), Volume 2 (Bab 30- 63), Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).



b.   The Alphabetical Index

Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index. Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L) dan Volume II (M - Z).

c.    Publikasi lain

Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan Correlation Tables.

Sistem Pengkodean

Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:

a.   Multipurpose nomenclature
HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party) dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan tetap berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi tentang pengklasifikasian suatu barang.


b.   Structured nomenclature
HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan 1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam.

Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang, sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut kembali.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga bagian utama atau integral, yaitu:

1.   Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas tersendiri.

2.   Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.

3.   Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik. HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6- digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

0 1 01 1 1
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11

·         Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada Bab 1.

·         Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.

·         Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.


Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan berikutnya.


  
 Reza Faizal Daradjat




Referensi :
Kementerian Keuangan

No comments:

Post a Comment