Monday, May 12, 2014

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Masih Terhambat FTA

Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP terganjal belum adanya perjanjian perdagangan bebas di antara enam negara mitra Asean. Hanya Australia dan Selandia Baru yang sejauh ini sudah menjalin free trade agreement (FTA) dengan China. Sementara itu, India, Korea Selatan dan Jepang, belum menjalin FTA satu sama lain. Dari data yang saya miliki masalah itulah yang membuat pembahasan tentang modalitas atau hal-hal yang akan dirundingkan menjadi berlarut, sekalipun telah dibahas dalam empat putaran negosiasi. Kalau untuk Asean, Indonesia sudah mapping up karena sudah punya Asean Plus One. Jadi, dengan India berapa, dengan China berapa, Korea berapa, sehingga kita bisa lihat rata-rata. Tapi, di antara partner ini kan tidak ada FTA.
RCEP yang mencakup 10 negara anggota Asean dan juga China, Korsel, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru, akan mengintegrasikan seluruh perjanjian perdagangan bebas Asean ke dalam satu skema. Integrasi itu akan mengonsolidasikan sepertiga PDB dunia setara US$21,2 triliun pada 2012, dengan total perdagangan US$740,5 miliar.
Asean, tengah mengarahkan agar 16 negara yang akan tergabung dalam RCEP segera menemukan dan mengajukan modalitas dalam mekanisme single schedule. Mekanisme itu memungkinkan pembahasan langsung komitmen umum Asean dan partner tanpa melalui negosiasi bilateral di antara para partner.
RCEP nantinya akan memberikan perhatian lebih kepada usaha kecil dan menengah. Hal itulah yang membedakan RCEP dengan perjanjian lainnya, misalnya Trans Pacific Partnership (TPP). RCEP diperkirakan mendatangkan tambahan sekitar US$644 miliar pada 2025 setara 0,6% dari PDB dunia karena aliran deras barang, jasa, investasi dan tenaga kerja di antara partisipan. Dalam perkembangan lain, Indonesia mendesakkan usulan untuk melebur International Tripartite Rubber Council (ITRC) ke dalam satu wadah kerja sama perdagangan komoditas karet baru berbasis kawasan, bernama Asean Rubber Committee/Cooperation. Selama ini, produsen karet terbesar di dunia didominasi oleh Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung di dalam ITRC. Namun, dewasa ini Vietnam telah menggeser posisi Malaysia, serta para pemain baru dari Indochina juga mulai memperbesar peran mereka.

  
 Reza Faizal Daradjat





Peninggalan Terakhir SBY Untuk ASEAN

Konferensi Tingkat Tinggi Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau KTT Asean di Myanmar menjadi ajang terakhir bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di forum internasional tertinggi di Asia Tenggara.
Ini karena Presiden SBY akan mengakhiri jabatan periode kedua pada Oktober tahun ini, karena sudah tidak dapat dipilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019.
Sebagai ajang perpisahan bagi Presiden SBY, banyak pujian diterima oleh Kepala Negara dalam KTT ke-24 Asean itu.
Selama 10 tahun kepemimpinan Presiden SBY di Indonesia, imbas demokratisasi telah menjalar pula ke Asean yang kini dianggap sebagai salah satu kawasan yang semakin demokratis, meski tantangannyatidaklah mudah.
Buah dari demokrasi telah memberikan landasan yang lebih kokoh bagi stabilitas politik, yang juga telah memberi kontribusi penting bagi penguatan stabilitas ekonomi.
Kelas menengah terus tumbuh, meski tidak dipungkiri terdapat kesenjangan yang perlu terus diatasi dengan kebijakan ekonomi yang lebih mendorong pada pemerataan kesejahteraan baik secara sektoral, spasial, maupun demografis.
Meski masih terdapat sejumlah catatan dan tantangan semacam itu, tak bisa dipungkiri demokratisasi telah memberi kontribusi penting terhadap peningkatan harkat dan nilai kebangsaan bagi Indonesia.
Oleh karena itu, dalam KTT ke-24 Asean di Myanmar kali ini, Presiden SBY menuai banyak pujian. Para Kepala Negara mengucapkan terimakasih kepada Presiden SBY yang dianggap telah memberikan kontribusi penting bagi demokratisasi di kawasan.
Ruang demokratisasi, sebagaimana disebutkan oleh Presiden Myanmar U Thein Sein, telah berhasil dikembangkan oleh Presiden SBY, yang berimbas pada penigkatan pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan di Indonesia dan Asean.
Ucapan terimakasih juga disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, seraya menyebutkan bahwa Presiden SBY telah tak kenal lelah membangun masyarakat Asean dalam 10 tahun kepemimpinannya.
Pun Presiden Filipina Benigno Aquino menilai Presiden SBY tidak hanya ‘saudara tetapi juga paman’ bagi negara anggota Asean serta ‘sahabat sejati’ Filipina.
Penilaian tiga Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di Asean itu tentu membanggakan dan menjadi legacy yang penting bagi Presiden SBY.
Peran itu memang telah dimainkan dengan sangat baik oleh para pemimpin Asean yang saling menghormati kepentingan satu negara dengan negara yang lain, tetapi juga saling membantu mencari jalan keluar manakala terjadi persoalan yang menimpa salah satu negara di kawasan.
Namun demikian, aneka pujian itu bukan serta merta membuat Asean terlena, terlebih bagi Indonesia. Tantangan ke depan tidaklah mudah, selaras dengan perkembangan ekonomi dan geopolitik global yang semakin dinamis sejalan dengan kenaikan pe ran China, India dan menurunnya peranan Eropa dan Amerika serta Jepang dalam perekonomian global.
Dalam relasi intra-Asean sendiri, tantangan di depan mata adalah pelaksanaan Asean Economic Community pada akhir 2015 mendatang, yang menurut Presiden SBY buka sekadar soal ekonomi tetapi juga soal sosial dan politik.
Maka, kita penuh harap agar Presiden SBY dapat melengkapi legacynya untuk Asean, dan terlebih untuk kepentingan Indonesia, agar pelaksanaan AEC 2015 atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 itu, memberikan benefit ekonomi dan sosial yang lebih besar; tidak hanya untuk Asean tetapi dan terutama untuk Indonesia.
Dalam konteks itulah, harian ini berharap, KTT ke-24 Asean di Myanmar, yang merupakan KTT terakhir dengan keikutsertaan Presiden SBY, dapat memberikan acuan atau guidance yang lebih jelas bagi pemantapan peta jalan MEA yang lebih jelas dalam konteks geopolitik global itu.
MEA 2015 selayaknya dapat dijadikan sebagai alat strategis bagi komunitas Asean untuk memperoleh manfaat ekonomi dan sosial yang lebih besar dalam konteks dinamika ekonomi global tersebut.
Kita berharap Presiden SBY dalam kesertaan terakhirnya pada KTT Asean itu, dapat tetap memberikan kontribusinya, sebagai warisan penting dan strategis tidak hanya bagi kepentingan kawasan, tetapi juga bagi kepentingan nasional Indonesia.
  
 Reza Faizal Daradjat




Referensi :
Dari Berbagai Sumber - Diolah