Monday, January 30, 2012

Dollar Sebagai "Save Haven" Dalam Perekonomian



Namanya saja safe haven, itu berarti adalah sebuah perlindungan atau tempat pelarian yang aman. Sama seperti dalam keadaan perang atau kekacauan, para warga akan lari ke tempat, di mana itu yang dianggap paling aman. Dalam pasar pun demikian, istilah safe haven atau aset yang aman sering kali muncul. Ini merujuk pada serbuan investor terhadap instrumen investasi yang dianggap aman khususnya dalam pasar yang sedang kacau balau.

Dalam setahun terakhir, emas dianggap safe haven. Hal ini disebabkan posisi emas sebagai logam mulia yang diminati dunia, dan pasokannya langka serta berharga secara intrinsik. Emas dianggap sebagai tujan investasi, yang nilainya akan sulit merosot karena keunikan logam mulia ini. Frank Swiss, dalam tiga tahun terakhir juga dianggap sebagai safe haven, karena kebijakan ekonomi Swiss yang amat berhati-hati, ekspor yang kuat, dan posisi utang yang tidak membahayakan seperti para tetangganya di zona euro.

Dengan kebijakan ekonomi yang kukuh, frank Swiss kurang lebih sama dengan mark Jerman, yang di masa lalu selalu kuat dan stabil berkepanjangan. Ini juga karena kebijakan ekonomi serta produktifitas warga Jerman yang terpuji, bahkan hingga sekarang walau terganggu dengan rekan-rekannya sesame zona euro, seperti Yunani.

Kini muncul posisi dollar AS sebagai safe haven. Dalam 10 tahun terakhir kurs dollar AS anjlok drastis terhadap berbagai mata uang dunia akibat kebangkrutan ekonominya. Olivier Blanchard, ekonom senior IMF, sudah mengingatkan bahwa keadaan ekonomi AS dan zona euro sekarang tidak lebih baik dari tahun 2008.

Lalu mengapa dollar AS, yang juga menguat terhadap euro, dianggap sebagai safe haven? Perekonomian AS ke depan akan terus dibebani pembayaran utang-utang. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's pun sudah menurunkan peringkat utang AS dalam jangka panjang dari AAA menjadi AA+. Artinya, risiko pada pembayaran utang-utang AS di masa depan tidak lagi sekuat sebelumnya. Karena itu, posisi dollar AS sebagai safe haven amat meragukan dan tidak layak dipercaya begitu saja.



Reza Faizal Daradjat

Friday, January 6, 2012

Warning !!! Krisis Mini Di Tahun 2012



Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan masih mengalami kontraksi sepanjang tahun ini. Kontribusi negara maju dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hanya 0,6 persen, turun dibanding kontribusinya selama 2011 yang mencapai 0,8 persen.  Padahal, pada periode 2000-2005, negara-negara maju memberikan kontribusi sebesar 1,7 kepada perekonomian dunia. Begitu pula pertumbuhan Asia akan terpangkas 1 persen menjadi 8 persen. Adapun kawasan ASEAN dipandang masih melaju. 

Di ASEAN, hanya Singapura dan Vietnam yang mengalami perlambatan pada kuartal keempat tahun lalu. Saya  menilai surplus perdagangan Cina terus menurun sebesar 17 persen, yang setara dengan US$ 150 juta. Industri manufaktur India dan Jepang,  yang selama ini menjadi penopang ekonomi, juga merosot. Masing-masing turun 5,1 persen dan 4 persen. 

"Ketidakpastian global mempengaruhi laju inflasi yang mengalami penurunan"

Pemerintah melalu Departemen Keuangan telah menyiapkan beberapa langkah mitigasi krisis, di antaranya mengeluarkan kebijakan percepatan dan perbaikan penyerapan belanja, menyusun protokol manajemen krisis, menyusunbond stabilization framework (stabilisasi nilai obligasi), serta mengalokasikan dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp 15,8 triliun. Realisasi anggaran harus tetap dijaga pada tingkat yang aman untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dan pemerintah harus selalu mewaspadai krisis ekonomi mini seperti yang terjadi pada 2011.

Bapenas  memperkirakan total ekspor nasional akan turun 4,4 persen pada 2012 jika daya beli masyarakat di kawasan Amerika dan Eropa turun 25 persen.  Langkah diversifikasi harus dilakukan, value added ditambah, disertai dengan penguatan daya saing produk nasional. Secara kasar saya memprediksi penurunan tingkat konsumsi juga akan dialami negara-negara Asia, seperti Cina, Malaysia, dan Jepang. Padahal ekspor nonmigas Indonesia ke Cina mencapai 13,1 persen, Malaysia 5,6 persen, dan Jepang 11,27 persen. 

Kita harus mewaspadai dampak penurunan ekspor karena berkurangnya konsumsi di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Kemungkinan sektor industri yang paling terkena dampak buruk jika konsumsi di negara Eropa dan Amerika turun adalah produk kulit, tekstil, dan produk tekstil serta perikanan.  Hal ini karena sebagian besar produk tekstil Indonesia menyasar pasar Amerika, sedangkan ekspor kulit dan barang kulit mengandalkan pasar Eropa.

SektorPertumbuhan (Persen)
Kulit-19,17
Produk kayu-4,66
Kimia dan Plastik-5,49
Kertas-1,79
Mesin dan Kendaraan0,86
Mineral1,5
Elektronik1,81


Keuntungan komparasi menjadi salah satu faktor penting yang dapat menahan penurunan ekspor dalam negeri. Menurut saya untuk menjaga daya saing ekspor, Indonesia harus menjaga kepercayaan pasar, meningkatkan investasi, mendorong sektor eksternal, mempertajam anggaran pendapatan dan belanja negara, dan menjaga daya beli masyarakat.

Indonesia akan menerima dampak lanjutan saat negara lain terkena imbas langsung dari guncangan eropa. Ini yang perlu diwaspadai.


Reza Faizal Daradjat