Melemahnya pasar ekspor memicu persaingan harga di kawasan Asia Tenggara
menyusul berlebihnya pasokan di masing-masing negera. Hal ini yang
membuat barang hasil produksi Indonesia sulit menembus pasar kawasan
yang pada akhirnya melemahkan kinerja ekspor nasional. Ekspor Indonesia ke negara-negara Asia Tenggara menurun akibat
terjadinya peningkatan produksi di masing-masing negara. Melemahnya
permintaan ekspor dunia membuat negara-negara Asean berlomba-lomba
membanting harga, khususnya untuk produk mesin dan peralatan listrik, pelakunya antara lain Vietnam, Singapura, serta Malaysi.
Nilai ekspor mesin dan peralatan listrik turun 1,7 persen, dari US$ 1,4 miliar pada April 2014, menjadi US$ 1,36 miliar. Pelemahan ekspor nasional semakin parah setelah Tiongkok terlibat dalam perang harga. Kadang harga produk-produk Tiongkok itu tak masuk akal. Harga sebuah
barang yang biasanya senilai Rp 2 juta bisa dijual dengan harga Rp 700
ribu. Manfaatnya mungkin serupa, tapi kualitasnya dipertanyakan.
Untuk membalikan keadaan, pemerintah harus meningkatkan
perdagangan intra-Asean, terutama untuk komoditas-komoditas yang
menguasai pangsa pasar ekspor kawasan. Karenanya, pemerintah harus
melakukan kerjasama dengan negara lain untuk menjaga kekuatan ekspor
Indonesia. Misalnya dengan CPO. Asal kita kompak dengan Malaysia, kita bisa kuasai
ekspor termasuk ke pasar Asean, mengingat ekspor kita dan Malaysia
menguasai pasar CPO hampir 90 persen. Kemudian karet, kita juga harus
kompak juga dengan Malaysia, Vietnam, Thailand.
Sebagai informasi, ekspor non migas Indonesia ke
negara-negara Asean selama Januari-April 2015 mencapai US$ 9,18 miliar.
Sementara itu, impor non migas Indonesia dari negara Asean dalam periode
yang sama mencapai US$ 8,56 miliar.
Reza Faizal Daradjat
Referensi :