Klasifikasi barang adalah suatu
daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan
transaksi perdagangan,
pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun
1995, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat
ini system pengklasifikasian
barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu
daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
Sejarah Sistem Klasifikasi di
Indonesia
Sebelum diberlakukannya Harmonized
System, Indonesia telah menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor,
yaitu :
a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan 31
Desember 1972.
b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.
c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan penyempurnaan dari penetapan tarif
sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya system pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada
sistem CCCN ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua
digit menjadi tiga
digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober
1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai
diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.
f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan PP No. 26 tahun 1988
dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal
1 Januari 1989.
Mengapa HS ?
Sejak tahun 1970, Customs Cooperation
Council (CCC) yang sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi
Pabean Dunia) telah
membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang
tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti
statistik, pengangkutan, dan negosiasi perdagangan.
Pada akhir tahun 1986, kelompok
studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok)
yang dinamakan Harmonized
Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized
System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu
konvensi yang dikenal
dengan nama Konvensi HS.
Pada awalnya, konvensi HS
ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian besar adalah negara Eropa. Namun
sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah
meratifikasi konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru
meratifikasi pada tahun 1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI
berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.
Tujuan Harmonized System
Adanya perbedaan sistem klasifikasi
tarif antara negara di dunia, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi
kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari hal yang demikian WCO
pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan :
a. Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang
dibuat secara
sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
b. Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik
perdagangan dunia.
c. Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian
Kode, Penjelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti
tariff pengangkutan,
keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.
d. Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk
memberikan perhatian
kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional.
Mengapa HS dijadikan dasar
klasifikasi secara internasional? Ada beberapa keuntungan yang didapat setiap
negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman klasifikasi barang, yaitu:
1. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh
barang yang diperdagangkan
secara internasional.
2. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan
secara internasional.
3. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah
dimengerti oleh
importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
4. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan
interpretasi yang benar
dan sama untuk keperluan negosiasi.
5.
Merupakan kumpulan data yang seragam
secara internasional sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik
perdagangan internasional.
HS telah dibuat sedemikian rupa
sehingga standard klasifikasi barang dan sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk
berbagai kebutuhan oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan
perdagangan, misalnya:
·
World Customs Organization (WCO).
·
The International Chamber or
Shipping (ICS).
·
The International Air Transport
Association (IATA).
·
The International Union Railway
(IUR).
·
The Standard International Trade
Classificatioan (SITC)
Publikasi Pelengkap HS
Harmonized System mempunyai
beberapa publikasi pelengkap yang digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang.
Publikasi-publikasi tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:
a.
The Explanatory Notes to the
Harmonized System (EN)
Explanatory Notes bukan merupakan
bagian yang integral dari HS, namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan
interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada level internasional dan
merupakan pelengkap yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi
yang sangat diperlukan untuk mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya
Explanatory Notes ini,
sebagian negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory
Notes juga mengalami perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan
struktur HS. Untuk itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan
konteksnya dalam HS.
Explanatory Notes yang digunakan
saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996) yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29),
Volume 2 (Bab 30- 63), Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).
b. The Alphabetical Index
Untuk mempermudah
mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau
Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the
Alphabetical Index. Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A
- L) dan Volume II (M - Z).
c. Publikasi lain
Publikasi lain yang merupakan
pelengkap HS adalah the Compendium of Classification Opinions, the
Harmonized System Commodity Data Base (dalam bentuk
CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan Correlation
Tables.
Sistem Pengkodean
Harmonized System mempunyai dua
karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:
a. Multipurpose nomenclature
HS yang mempunyai 6 digit
penggolongan, dirancang tidak hanya untuk keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara
internasional dalam bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan sebagainya. Masing-masing negara
penandatangan konvensi (contracting party) dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi
kelompok yang lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya.
Dengan tetap berdasar
kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi tentang pengklasifikasian suatu barang.
b. Structured nomenclature
HS adalah nomenklatur yang terdiri
dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan 1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama
dengan Ketentuan Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan
Catatan Sub-Pos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan
seragam.
Ada tiga Bab yang belum digunakan
dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa
mendatang, sedangkan
Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party, misalnya untuk
barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk
keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut kembali.
Seperti telah disinggung
sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga bagian utama atau integral, yaitu:
1.
Ketentuan Umum Untuk
Menginterpretasi Harmonized System (General Rules for the
Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)
merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan
HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam
mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini
akan dibahas tersendiri.
2. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
3.
Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit)
yang disusun dengan sistematik. HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang.
Kode-kode nomor
tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi
Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6- digit) dengan penjelasan sebagai
berikut:
0 1 01 1 1
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos
(Sub-heading) 0101. 11
·
Dua angka pertama untuk menunjukkan
pada bab mana barang itu diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud
diklasifikasikan pada Bab 1.
·
Empat angka pertama menunjukkan Pos
atau Heading dalam setiap bab. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos
01.01.
·
Enam angka pertama menunjukkan Sub
Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.
Untuk keperluan nasional, Indonesia
menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari
sub-sub pos dalam HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada
penjelasan berikutnya.
Reza Faizal Daradjat
Referensi :